Perkembangan dunia Teknologi Informasi dewasa ini telah berhasil membuat jutaan Blogger tumbuh di Indonesia. Hampir tiap hari mereka menghasilkan karya dalam bentuk catatan pribadi, puisi, cerpen, cerbung, atau naskah yang akan menjadi drama/novel, dan lain-lainnya. Kenyataan ini tentu sangat menggembirakan apabila kehadiran blogger-blogger di dunia maya tersebut diimbangi dengan kualitas tulisan yang memadai.

Sayangnya,  terlihat masih banyak  karya yang hanya seperti tumpukan sampah. Padahal bila mereka bisa mengemasnya dalam bingkai yang menarik, tentu akan sangat mengasyikkan untuk dibaca. Pertanyaannya adalah, siapa yang mengetahui kemasan itu menarik atau tidaknya?

Tentu saja jawabannya adalah pembaca. Bagaimanapun, pembaca adalah ‘pembeli’  yang akan menilai layak tidaknya suatu produk karya sastra ‘dibeli’ atau tidak. Mereka mungkin akan mencoba membaca satu-dua paragraf awal, sebelum memutuskan untuk meneruskan membaca paragraf selanjutnya atau tidak.

Pembaca memang memegang peranan yang mutlak dalam kemajuan kesusasteraan. Sebuah karya besar yang dibuat  pengarang hebat tak akan berarti apa-apa jika tak pernah jatuh ke tangan pembaca. Pembaca Blog sendiri memegang peran lebih dibanding pembaca buku biasa, yang hanya bisa menikmati sebuah karya tanpa terlibat dalam proses kreatif di dalamnya.

Di dalam blog, penulis bisa berinteraksi dengan pembaca, meminta masukan dan kritikannya. Dari pembaca, ia akan mendapatkan feedback yang berharga untuk perbaikan hasil karyanya. Proses ini jika dilakukan secara intensif, akan membuat karya penulis-penulis Blog menjadi makin berbobot dan layak baca. Pada gilirannya hal ini akan membuat khazanah sastra Indonesia menjadi semakin berkembang di masa mendatang.

Kritik Sastra

Menyadari peranannya yang begitu besar dalam perkembangan bidang kesusasteraan dan bahasa, sudah selayaknya setiap pembaca mengedepankan nilai obyektivitas, disamping nilai subyektivitas yang mungkin tak bisa dihindarkan ketika membaca sebuah karya sastra.

Setidaknya ada enam criteria yang bisa dijadikan acuan, agar sebuah kritik sastra (umum) tetap berada dalam rel obyektivitas :

  1. Inovasi (pembaruan ide, gaya bercerita)
  2. Koherensi (Keterpaduan)
  3. Kompleksitas (kerumitan alur/cerita)
  4. Orisinalitas (keaslian)
  5. Kematangan (wawasan/intelektualitas penulis)
  6. Eksplorasi

Nilai obyektivitas ini menyangkut apresiasi (penghargaan) yang memuat pujian terhadap keunggulan karya tersebut, terutama bila dibandingkan dengan karya lain (yang pernah dibaca oleh pembaca). Bila ada kritik, hendaknya disertakan dengan uraian yang evaluatif, dengan menyertakan kemungkinan alternatif  perbaikan ( bila ada). Kritik yang harus dihindari adalah kritik yang bersifat caci maki, mengulas sisi kejelekan karya tanpa mengimbangi dengan kelebihannya.

Titik Bidik :

Memuji sebuah karya, dalam batas-batas yang wajar akan mampu meningkatkan motivasi menulis sang penulis. Tetapi, jangan membunuh kreativitasnya dengan selalu mengatakan bahwa karya tersebut bagus, indah, menarik, dll…tanpa mengimbanginya dengan kritik yang membangun.

Kritik adalah feedback (umpan balik) yang berfungsi sebagai Quality Control (QC) agar sebuah karya menjadi semakin berkualitas.

Baca Artikel terkait :

Fungsi dan Definisi Puisi

Ragam Jenis Puisi

Apresiasi Puisi

Belajar Mengapresiasi Karya Sastra